Oleh R. Ahmad Nur Kholis
Sampai pada permulaan abad ke 19, yakni sebelum pemberontakan Ibnu Sa’ud, Makkah adalah pusat intelektual Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Banyak para ulama di berbagai negara dan juga di Nusantara adalah lulusan pendidikan di sana. Makkah menjelma sebagai pusat studi keislaman dunia dan bersaing dengan Tunisia dan Mesir.
Berbicara mengenai kegiatan intelektual di Makkah, banyak para ulama dan guru besar di sana ketika itu adalah berasal dari Indonesia. Dan khususnya pada paruh terakhir abad ke-19 sampai sebelum 1924, ada dua kutub intelektual yang berpengaruh di sana. Keduanya dari Indonesia, yakni: Syekh Nawawi Al-Bantani (1813-1897 M) dari Banten dan Syekh Mahfud At-Tirmisi (1868-1919 M) dari Termas Pacitan. Keduanya merupakan guru besar madzhab Syafi’I di Makkah. Selayaknya ulama pesantren khususnya di masa itu, keduanya pula merupakan tokoh intelektual multidisipliner dalam studi Islam. Meskipun Syekh Mahfud At-Tirmisi sangat terkenal dan menonjol dalam bidang Hadits.
Berdasarkan penilaian akan pengaruh pemikiran, Abdurrahman Mas’ud (2004) dalam buku hasil disertasinya berjudul: Intelektual Pesantren, Perhelatan Agama dan Tradisi menyebutkan: bahwa Syekh Nawawi dalam intelektualitasnya banyak dipengaruhi oleh guru-gurunya: Syekh An-Nahrawi (Mesir); Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (Makkah); Sayyid Ahmad Dimyati (Makkah); dan Syekhh Ahmad Khatib Sambas. Sedangkan Syekh Mahfud Termas secara Intelektual banyak dipengaruhi oleh: Syekh Muhammad Sa’id Al-Hadlrami (Makkah); Kiai Abdullah (Pacitan), yakni ayahnya sendiri; Sayyid Abu Bakar Shata Al-Makki; dan Kiai Shaleh Darat. Kedunya yakni Syekh Nawawi dan Syekh Mahfud pernah bertemu dan memiliki hubungan intelektual. (Mas’ud, 2004:89)
Keduanya baik Syekh Nawawi maupun Syekh Mahfud At-Tirmisi masing-masing memiliki murid yang secara intelektual pemikirannya diwarnai oleh mereka. Salah satu murid paling berpengaruh Syekh Nawawi adalah Kiai Kholil Bangkalan. Sedang murid paling berpengaruh Syekh Mahfud adalah Kiai Asnawi Kudus. (Mas’ud, 2004:89).
Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari sendiri dalam penilaian Mas’ud (2004:89) adalah ulama yang secara intelektual dipengaruhi oleh keduanya; yakni Syekh Nawawi Banten dan Syekh Mahfud Termas. Hadlratus Syekh Hasyim Asy’ari pun pernah belajar kepada keduanya.
Mas’ud mencatat bahwa kenyataan bahwa sepulang dari Makkah Kiai Hasyim Asy’ari kemudian memperkenalkan kitab Hadits koleksi Al-Bukhari beserta sanadnya dan kitab Muhibah dzi Al-Fadhal Syarhu Muqaddimah ba Fadhal yang ditulis Syekh Mahfud sebanyak 4 jilid adalah bukti bahwa betapa terkesannya Kiai Hasyim Asy’ari kepada Syekh Mahfud.
Bukti yang lebih meyakinkan lagi adalah bahwa Kiai Hasyim adalah salah satu dari sedikit orang di antara murid Syekh Mahfud yang mendapatkan ijazah sanad secara langsung dari Syekh Mahfud untuk mengajarkan hadits kepada masyarakat umum. (Mas’ud, 2004:201)
Adapun tentang pengaruh Syekh Nawawi pada diri Kiai Hasyim Asy’ari adalah bahwa setiap kali Kiai Hasyim selesai mengajarkan kitab Fathul Qarib di pesantrennya pada saat selesai shalat ashar, Kiai Hasyim selalu teringat dan menceritakan kisah kehidupan Syekh Nawawi kepada murid-muridnya sembari meneteskan air mata menunjukkan kenangan yang berarti. (Mas’ud, 2004:108).
Kedua ulama tersebut baik Syekh Nawawi Banten maupun Syekh Mahfud At-Tirmisi sama-sama mengakui bahwa Kiai Hasyim Asy’ari adalah salah satu diantara murid terbaiknya.
Penulis adalah seorang pendidik yang tinggal di Malang, Jawa Timur
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.