Dinamika keilmuan Islam hari ini selalu berbicara hadis. "Apakah yang anda bicarakan ada hadisnya?" Jika ada, maka anda yang memenangkan diskusinya. Jika tidak ada, maka tuduhan bid'ah dan anggapan menambah-nambahkan harus siap anda terimanya. Pernahkah anda melihat seseorang -atau segolongan umat muslim- yang sedikit-sedikit bicara bid'ah karena amaliahnya berbeda dengan amaliah mereka?
Ketika globalisasi yang dibawanya kian memasuki sendi-sendi kehidupan, maka apa-apa yang awalnya sulit kini telah menjadi tanpa batas. Setiap orang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara mudah, meski dengan jarak yang relatif jauh. Kalau dulu harus berjam-jam untuk sampai ke suatu tempat, sekarang sudah bisa dilalui dengan waktu yang relatif singkat. Karena itu, modernitas telah mengubah pola komunikasi yang dibatasi oleh ruang dan waktu menjadikan pola konsumsi informasi tanpa batas.
Coba anda saksikan saat ini, sudah banyak orang-orang yang telah menggunakan teknologi. Tua maupun muda. Fahrur Rozi dalam Jawa Pos Radar Madura, Berpuasa Media Sosial pada, 23 Mei 2019 menulis bahwa, dalam analisis we are sosial Hootsuite menyebutangkan 150 juta jiwa atau 56 persen dari populasi penduduk Indonesia.
Lewat riset yang dirilis pada Januari 2019 tersebut, ditemukan juga bahwa pengakses media sosial lewat ponsel 130 juta jiwa. Ini menandakan bahwa pengakses melalui ponsel -sampai batas tertentu- jauh lebih banyak ketimbang lewat laptop maupun komputer.
Dari analisis di atas, benar apa yang dituturkan Rozi bahwa besarnya data ini menunjukkan bahwa media sosial kita memiliki banyak penghuni. Dari media ini seringkali terjadi cekcok antara yang satu dengan yang lain. Pun demikian, pemelintiran data seringkali ditemukan di media sosial ini.
Karena itu, Prof KH Abd. A'la Basyir menegaskan agar kaum muslim harus bersatu padu dan menyatukan langkah untuk menentukan agenda transformatif yang menjadikan bangsa benar-benar berdaya, tidak kehilangan jati diri, dan memiliki daya saing tinggi dalam era globalisasi ini.
Di era globalisasi ini penting kiranya ada tindak lanjut penyelamatan terhadap agama maupun akidah sempalan yang terkadang memanfaatkan teknologi. Untuk membentengi diri kaum muslimin, maka diperlukan strategi dakwah sebagai upaya membentengi agama dan akidah dari pemahaman yang tidak sesuai dengan akidah yang benar.
Era modern saat ini cukup signifikan bagi kalangan tertentu yang tidak suka pada NU untuk menggoyangkan pemahaman Nahdliyin dengan bumbu-bumbu yang sangat rapi dengan dibungkus agama. Mereka ini menjadikan teknologi informasi sebagai instrumen memasarkan dagangannya.
Mereka mengajak kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, kemudian dengan jumawa mengafir-syirikkan kelompok lain; merasa paling intelek hanya dengan mengutip satu dua baris pendapat; hanya tahu sangat sedikit tentang jauh lebih sedikit hal, tapi merasa tahu banyak tentang sangat banyak hal.
KH Hasyim Asy'ari, dalam Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, menyampaikan bahwa ada suatu golongan yang dengan sengaja terjun ke lautan fitnah dan mereka melakukan bid'ah di luar Sunnah Rasulullah SAW. Walaupun demikian, orang mukmin yang tahu akan kebenaran, bersikap diam dan tidak bergerak memberantas perbuatan bid'ah tersebut.
Maka, golongan ahli bid'ah dengan seenaknya saja memutar balikkan kenyataan atau kebenaran. Yang baik dilingkari, yang mungkar dijalani. Mereka ahli-ahli bid'ah tersebut kelihatannya mengajak kembali ke Alquran, akan tetapi sebenarnya mereka sendiri tidak berbuat demikian...dengan demikian bertambah besarlah debu kegelapan sehingga orang-orang yang tidak menerima Taufik dan hidayah Allah akan tertarik oleh gerakan mereka.
Kehadiran buku kecil ini datang di saat-saat yang sangat tepat karena hadir dalam konteks di mana tradisi menyambung sanad keilmuan agaknya kurang begitu diperhatikan akhir-akhir ini. Banyak orang-orang sudah melupakan guru yang pertama kali mengajarkan alif sampai ya dan lebih memilih ustadz-ustadz yang tiba-tiba muncul di medsos.
Ternyata, amaliah NU memiliki banyak dalil hadits, dan ini diamalkan oleh umat Islam di berbagai dunia. Buku ini merangkum 40 hadis sahih yang menjadi dalil akidah dan amaliahnya warga NU, bahkan cinta tanah air. Karena itu, buku ini tidak sekadar menarik, tetapi juga penting.
Peresensi adalah Ashimuddin Musa, alumnus MA Tahfidh Annuqayah asal Prang Alas Pakamban Daya Pragaan Sumenep
Identitas buku
Judul: 40 Hadis NU
Penulis: M. Ma'ruf Khozin
Penerbit: PW LTNNU Jawa Timur
Tahun Terbit: Februari 2019
Tebal Halaman: xiv+46 halaman
ISBN: 978-602-50207-7-3
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.