Ketupat, Pasemon Jalan Ma'rifat
Oleh: Nur Said
Ketua LAKPESDAM NU Kudus
Tanggal 8 Syawal 1441 H. sebagian umat Islam di Jawa merayakan "Bodo Kupat", sebagian sudah menjalan ibadah puasa Sunnat bulan Syawal, 6 hari. Jadi hari ini persis seminggu setelah Idul Fitri
Salah satu makanan khas yang selalu ada adalah ketupat dan lepet. Maka serasa belum afdhal kalau kami sewaktu kecil belum bisa membuat ketupat dan memahami pesemon ketupat menuju jalan ma'rifat.
Pasemon dalam sastra Jawa adalah bagian dari konsep pencarian makna yang semula masih samar (semu) untuk menemukan kesejatian melalui pemahaman tentang dunia yang semu ini, sebagaimana hadirnya ketupat.
Orang Jawa dalam menyampaikan atau menanyatakan sesuatu terbiasa menggunakan konsep pasemon. Cara penyampaian yang tidak langsung, tapi melalui makna konotatif..
Maka dalam kesusastraan Jawa, kita mengenal istilah bebasan, paribasan, cangkriman dan wangsalan juga keroto boso (Jarwo dhosok). Kesemuanya itu adalah penyampaian komunikasi dengan pasemon.
Mengapa melalui Pasemon? Karena menganggap ciptaan Tuhan, makhluk itu jarang benar. Seringkali salah walaupun diberi kemampuan untuk mencari kebenaran, namun tidak merasa benar. Jadi pasemon menjadi semacam instrumen untuk mencari kebenaran yang masuk akal dan menyentuh hati.
Selain itu melalui Pasemon juga sebagai wujud kehati-hatian dalam menyampaikan pesan supaya tidak terkesan menggurui.
Demikian juga dengan hadirnya ketupat (Jawa: Kupat). Dalam tutur tinular kupat merupakan bagian dari keroto boso/Jarwo dosok "ngaku lepat" (merasa bersalah). Diharapkan dalam momen Idul Fitri dan bodo kupat pesan esensinya adalah setelah sebulan berpuasa sempurnakan dengan kesadaran akan merasa bersalah terutama dalam hubungan dengan sesama manusia dan semesta alam (horizontal). Karena dalam puasa lebih bersifat vertikal.
Ketika ada kesadaran merasa bersalah maka ada dorongan untuk meminta maaf. Maka lahirlah tradisi mudik. Maka esensi mudik sesungguhnya saling maaf memaafkan dan memperkuat silaturrahim. Maka ketika dihadapkan Pandemi Covid-19, meski mudik secara fisik tidak dilakukan yang penting hati ini saling memaafkan dan bisa dilakukan dengan medsos atau teknologi informasi dan komunikasi lainnya.
Ketika saling maaf memaafkan sudah dilakukan, maka individu akan memancarkan cahaya, yang disimbolkan dengan janur (Arab: ja'a nur), yang mana janur adalah sebagai bahan material dari kupat. Kondisi inilah yang disebut kembali ke fitroh, terbebas dari dosa، bagaikan putihnya beras, isi dari kuat itu sendiri.
Ketika kondisi sudah bersih lahir batin, saatnya pribadi manusia diisi dengan laku papat (kupat) yang mencerminkan empat sudut kupat, yang 4 semangat profetik yakni: Shidiq (bertindak dan membela yang benar), Amanah (membangun trust, kepercayaan), Tabligh (menyampaikan dan berkolaborasi dengan kebaikan), Fatonah (memanfaatkan kecerdasan untuk solusi masalah umat). Dengan demikian pancaran cahaya Fitri akan menembus selubung tradisi selama setahun berikutnya. Semoga Gusti Allah meridlai dan menuntun kita kepada jalan sejati, ma'rifatullah. Aamiin.
#TuturTinular
#Selamat
#BodoKupat
#IdulFitri1441H
#MohonMaafLahirBatin
#BodoKupat
#IdulFitri1441H
#MohonMaafLahirBatin
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.